Profil Desa Karangkemiri
Ketahui informasi secara rinci Desa Karangkemiri mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Profil Desa Karangkemiri, Kemangkon, Purbalingga, yang dikenal sebagai sentra utama kerajinan sapu glagah. Mengupas tradisi turun-temurun, dampak ekonomi UMKM berbasis kerajinan, dan sinergi uniknya dengan sektor pertanian yang menopang kehidupan warga.
-
Sentra Kerajinan Sapu Glagah
Desa Karangkemiri memiliki identitas ekonomi yang kuat sebagai pusat produksi sapu glagah (atau sapu rayung), yang menjadi penopang utama ekonomi kreatif dan sumber pendapatan penting bagi warganya.
-
Warisan Keterampilan Turun-temurun
Keahlian membuat sapu bukan sekadar pekerjaan, melainkan sebuah tradisi dan warisan budaya tak benda yang dipertahankan dan diturunkan dari generasi ke generasi, terutama di kalangan perempuan.
-
Ekonomi Berbasis Ganda yang Tangguh
Perekonomian desa berjalan seimbang di atas dua pilar: industri kerajinan sapu yang padat karya dan sektor pertanian padi yang menjadi fondasi ketahanan pangan dan stabilitas ekonomi.

Di balik sebuah sapu glagah yang sederhana dan jamak ditemui di berbagai rumah tangga, tersimpan kisah tentang ketekunan, tradisi dan roda ekonomi sebuah desa. Kisah itu berpusat di Desa Karangkemiri, sebuah permukiman di Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga. Desa ini telah mengukir reputasi dan identitasnya yang unik bukan dari luasnya lahan pertanian atau pesona wisatanya, melainkan dari keterampilan tangan warganya dalam merajut helai demi helai bunga glagah menjadi sapu berkualitas yang telah dipasarkan ke berbagai daerah. Karangkemiri ialah bukti nyata bagaimana sebuah kerajinan tradisional mampu menjadi urat nadi perekonomian desa.
Desa Karangkemiri menempati wilayah yang relatif tidak terlalu luas, yakni sekitar 1,21 kilometer persegi. Menurut data kependudukan per Juni 2025, desa ini dihuni oleh 2.890 jiwa, menciptakan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi, sekitar 2.388 jiwa per kilometer persegi. Kepadatan ini mencerminkan karakter desa sebagai permukiman yang produktif, di mana banyak rumah berfungsi sekaligus sebagai bengkel kerja (workshop) mini. Dengan kode pos 53381, Desa Karangkemiri menjadi destinasi utama bagi para pencari sapu glagah berkualitas langsung dari sumbernya.
Sentra Sapu Glagah: Merajut Ekonomi dari Keterampilan Lokal
Aktivitas ekonomi di Desa Karangkemiri didominasi oleh industri kerajinan sapu glagah, yang juga dikenal sebagai sapu rayung. Hampir di setiap sudut desa, dapat ditemui pemandangan warga yang sedang sibuk dengan tahapan produksi sapu. Mulai dari membersihkan dan menyisir bunga glagah, mengikatnya dengan kuat pada gagang kayu, hingga merapikannya menjadi produk akhir yang siap jual. Industri ini berjalan dalam model industri rumahan (home industry), di mana sebagian besar pekerjanya adalah kaum perempuan.
Proses produksi ini menjadi sumber pendapatan yang sangat penting, baik sebagai mata pencaharian utama maupun sebagai penghasilan tambahan di luar sektor pertanian. Bahan baku utama, yakni bunga tanaman glagah (Saccharum spontaneum), didatangkan dari berbagai daerah. Keterampilan warga Karangkemiri dalam memilih bahan baku berkualitas dan merakitnya dengan teknik ikatan yang kuat membuat produk mereka dikenal awet dan tahan lama.
Produk sapu dari Karangkemiri tidak hanya memenuhi pasar lokal di Purbalingga, tetapi juga didistribusikan oleh para pengepul ke kota-kota besar di Jawa Tengah, bahkan hingga ke luar provinsi. Rantai ekonomi dari kerajinan ini melibatkan banyak pihak, mulai dari pemasok bahan baku, para perajin, hingga para pedagang dan distributor. Ini adalah ekosistem ekonomi kerakyatan yang tumbuh secara organik dan telah menghidupi desa selama puluhan tahun.
Warisan yang Diikat Erat: Tradisi dan Regenerasi Perajin
Keahlian membuat sapu glagah di Desa Karangkemiri bukanlah keterampilan yang dipelajari dari pelatihan formal. Ia merupakan sebuah warisan budaya tak benda, sebuah pengetahuan yang diturunkan dari ibu kepada anak perempuannya, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sejak usia muda, banyak anak perempuan di desa ini sudah terbiasa melihat dan membantu ibu mereka merakit sapu, sehingga keterampilan itu meresap secara alamiah.
Tradisi ini menjadikan kerajinan sapu lebih dari sekadar aktivitas ekonomi; ia adalah bagian dari identitas budaya dan sosial desa. Proses membuat sapu sering kali dilakukan secara komunal di teras-teras rumah, menjadi ajang untuk bersosialisasi dan bertukar cerita antarwarga sambil tetap produktif.
Namun di tengah modernisasi, tantangan regenerasi menjadi isu yang perlu diperhatikan. "Anak-anak sekarang mungkin punya pilihan lain, tapi kami selalu berharap ada yang mau meneruskan usaha ini. Karena ini bukan cuma soal uang, tapi juga warisan dari simbah-simbah kita," tutur seorang perajin senior. Pemerintah desa dan para tokoh masyarakat terus berupaya untuk menanamkan rasa bangga terhadap kerajinan ini kepada generasi muda, agar tradisi yang menjadi ciri khas Karangkemiri tidak lekang oleh waktu.
Di Antara Ikatan Glagah dan Helai Padi: Fondasi Ekonomi Ganda
Meskipun sangat dikenal sebagai desa perajin sapu, Karangkemiri tidak meninggalkan sektor pertanian. Desa ini menjalankan model ekonomi ganda yang membuatnya tangguh. Lahan-lahan yang tidak menjadi permukiman dimanfaatkan secara optimal sebagai sawah untuk menanam padi. Sektor pertanian ini berperan sebagai jaring pengaman sosial dan fondasi ketahanan pangan.
Kombinasi dua sektor ini menciptakan pembagian kerja yang harmonis. Umumnya, para pria lebih banyak beraktivitas di sawah, sementara para perempuan mengisi waktu luang di antara pekerjaan domestik dengan merakit sapu. Pendapatan dari hasil panen yang bersifat musiman dapat ditopang oleh pendapatan harian atau mingguan dari penjualan sapu. Struktur ekonomi ganda ini memberikan stabilitas yang lebih baik bagi perekonomian keluarga dibandingkan hanya bergantung pada satu sumber penghasilan.
Dari Kebun Kemiri ke Desa Perajin: Tata Kelola dan Pembangunan
Secara etimologis, nama "Karangkemiri" diperkirakan berasal dari gabungan kata "Karang" (yang bisa berarti pekarangan atau batu) dan "Kemiri" (nama pohon penghasil bumbu). Ini menandakan bahwa pada masa lampau, wilayah ini kemungkinan besar merupakan sebuah pekarangan atau kebun yang ditumbuhi banyak pohon kemiri. Sejarah nama ini menunjukkan adanya evolusi identitas desa dari citra agraris murni menjadi pusat kerajinan yang tersohor.
Pemerintah Desa Karangkemiri menyadari betul potensi unik desanya. Arah pembangunan desa difokuskan untuk mendukung kedua pilar ekonomi. Di satu sisi, infrastruktur pertanian seperti saluran irigasi tetap mendapatkan perhatian. Di sisi lain, dukungan terhadap industri kerajinan sapu menjadi prioritas. Upaya yang dilakukan antara lain mempermudah akses para perajin ke lembaga keuangan, memfasilitasi pembentukan kelompok usaha bersama (KUB) untuk meningkatkan posisi tawar, serta menjajaki peluang pemasaran yang lebih luas.
Perbaikan infrastruktur jalan desa juga menjadi kunci, karena jalan yang baik akan memperlancar arus masuk bahan baku dan distribusi produk jadi ke pasar.
Masa Depan Terjalin dalam Keterampilan Tangan
Desa Karangkemiri adalah sebuah teladan inspiratif tentang bagaimana sebuah komunitas mampu membangun kemandirian ekonomi dengan bertumpu pada kearifan dan keterampilan lokal. Mereka telah membuktikan bahwa aset terbesar sebuah desa sering kali terletak pada sumber daya manusia dan tradisi yang dimilikinya. Dari sehelai glagah yang sering dianggap tak berharga, tangan-tangan terampil warga Karangkemiri telah merajutnya menjadi sumber kehidupan, penopang ekonomi, dan identitas yang membanggakan.
Ke depan, tantangan bagi Desa Karangkemiri ialah inovasi. Bagaimana cara meningkatkan nilai tambah produk, menciptakan desain gagang yang lebih modern, atau bahkan menembus pasar digital adalah beberapa pertanyaan yang perlu dijawab untuk menjaga keberlanjutan industri ini. Dengan terus mengikat erat antara tradisi dan inovasi, Desa Karangkemiri tidak hanya akan terus membuat sapu, tetapi juga akan terus merajut masa depan yang lebih cerah dan sejahtera.